Sumber
Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu aspek dari kekayaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 136.18 juta orang
(2019), seharusnya hal tersebut merupakan keunggulan karena tersedianya SDM untuk
memajukan perekonomian NKRI atau jumlah tenaga kerja yang memadai untuk
industri. Pada kenyataannya masih banyak pengangguran walaupun lulusan
Universitas. Hal tersebut disebabkan adanya jurang pemisah (gap) antara kurikulum Universitas
(teoritis) dengan kebutuhan di industri yang lebih bersifat praktis, seperti
kemampuan menggunakan software,
sertifikasi engineering, kemampuan praktis untuk menangani masalah, dll untuk
lulusan S1, sedangkan kemampuan manajerial dan strategis dibutuhkan untuk
lulusan S2/S3. Di samping itu, banyak aspek yang mempengaruhi kinerja SDM di
perusahaan seperti kecerdasan emosi, kepemimpinan (leadership), dll. Dengan kata lain, perusahaan berusaha menghemat
seminimal mungkin budget perusahaan untuk melakukan berbagai training karena perusahaan mensyaratkan
banyak hal bersifat teknis kepada kandidat pelamar kerja. Otomatis pelamar
kerja harus memperkaya berbagai keahlian dengan modal sendiri untuk memperoleh
posisi di perusahaan besar. Di sisi lain, terdapat oknum HRD yang menjadi
penghalang profesionalisme perusahaan karena seringkali oknum HRD mengutamakan
pelamar kerja yang merupakan kenalannya, melihat latar belakang Universitasnya,
melihat latar sosial tanpa mempertimbangkan kemampuan personal sehingga hal tersebut
kurang etis dan mengurangi keunggulan kompetitif perusahaan karena penilaian
pelamar kerja dilakukan secara subyektif, yang secara tidak langsung menurunkan
daya saing NKRI akibat hilangnya bibit unggul SDM. Oleh karena itu, sebaiknya
pemerintah memberikan sosialisasi cara penentuan pemilihan pelamar kerja secara
obyektif.
Budaya Organisasi
Di Indonesia untuk mencapai karir
yang tinggi ataupun mengejar gaji yang tinggi, banyak dilakukan sistem kutu
loncat, yaitu berpindah-pindah antar satu perusahaan ke perusahaan lain. Hal
tersebut sebenarnya merugikan perusahaan karena kurangnya loyalitas dan
membuang tempo untuk kembali melatih staff baru, tapi di sisi lain, si pekerja
memiliki lebih banyak pengalaman dan keahlian di portofolionya. SDM di NKRI
dituntut untuk jeli melihat peluang kerja yang lebih bagus. Untuk mengatasi
budaya kutu loncat, perusahaan sebaiknya lebih mendengarkan aspirasi karyawan
dan menerapkan sistem rewards. Pemerintah
sebaiknya memfasilitasi pelatihan budaya organisasi yang sehat sehingga dapat
meningkatkan daya saing perusahaan.
Revolusi Industri 4.0
Sekarang ini industri memasuki era revolusi industri 4.0 (teknologi). Hal tersebut berarti terjadi perubahan pada industri berupa peningkatan
nilai tambah (value added) untuk
efisiensi dan efektivitas. Dengan penerapan teknologi tersebut, dapat meningkatkan
jumlah pengangguran karena jumlah tenaga kerja yang diperlukan berkurang. Di
samping itu, SDM dituntut untuk terampil dalam menggunakan teknologi mutakhir.
Untuk menerapkan teknologi yang baru, tentu diperlukan biaya-biaya tambahan
yang tidak sedikit, seperti biaya sistem, biaya pengembangan aplikasi, dan
biaya pelatihan.
Berdasarkan era industri 4.0
tersebut, bisnis bersifat sangat dinamis sehingga tidak ada model bisnis yang
tepat untuk mewakilinya. Solusinya ialah dengan mengembangkan network untuk meraih profit bersama. Hal
tersebut berarti untuk memajukan perusahaan sebaiknya mengembangkan rantai
nilai dan rantai pasok dari hulu ke hilir agar terjadi keseimbangan profit dan
tercapai keberlanjutan perusahaan. SDM perusahaan sebaiknya dikembangkan wawasannya
agar mengembangkan budaya perusahaan yang sehat, yaitu bekerja sama antar sesama
rekan atau antar departemen perusahaan (internal
network), atau bekerja sama dengan instansi terkait (external network).
Beasiswa
Salah satu pengembangan SDM yang
dilakukan pemerintah ialah dengan beasiswa, tapi sayangnya persyaratan yang
terlampau banyak dan bersifat birokrasi yang menimbulkan banyak biaya,
menyebabkan beasiswa kurang tepat sasaran. Sebaiknya persyaratan beasiswa
dikaji ulang. Hal yang harus menjadi point utama adalah tekad untuk mengembangkan
diri dan memajukan NKRI walaupun memiliki keterbatasan finansial. Target
beasiswa sebaiknya diklasifikasikan agar tepat sasaran dan tidak tumpang
tindih, misalnya beasiswa dosen, beasiswa PNS, dan beasiswa regular (umum).
Sebaiknya dosen dan PNS tidak mengambil jatah beasiswa regular karena
masing-masing sudah ada sasarannya sehingga pengembangan SDM bersifat menyeluruh,
tidak terpusat pada komunitas tertentu.
Penelitian
Pemerintah mencanangkan program
pembinaan Usaha Kecil Menengah (UKM). Sebaiknya Pemerintah bekerja sama dengan
pihak SDM peneliti dan Universitas untuk mengembangkan teknologi yang mudah
diterapkan oleh UKM. Seringkali SDM peneliti melakukan penelitian yang tidak
bisa diterapkan dalam skala home industry
yang memiliki keterbatasan teknologi, modal, dan SDM. Seringkali juga SDM peneliti
melakukan penelitian yang berskala laboratorium, dan tidak bisa diterapkan
secara komersial sehingga perlu dilakukan sinkronisasi. Penelitian yang
tersinergi yang mencakup rantai pasok dan rantai nilai dari hulu ke hilir
sebaiknya dilakukan untuk mengembangkan produktivitas dan keunggulan kompetitif
NKRI. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan SDM merupakan hal yang sangat
kompleks sehingga memerlukan pengembangan berbagai aspek, yaitu aspek teknis,
analitis, dan kecerdasan emosi.
*Tulisan
ini diikutsertakan dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh KADIN sebagai
sarana untuk memberikan saran. Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang
berkenan dan tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. Terima kasih banyak.
Comments
Post a Comment